KAB.SEMARANG, Beritajateng.id – Para serikat pekerja Kabupaten Semarang mengaku pasrah dengan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng yang hanya naik 6,5 persen. Sehingga, UMP yang sebelumnya Rp 2.036.947 akan menjadi Rp 2.169.349.
Hal itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 Tanggal 30 Oktober 2024 terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
Pada sidang Dewan Pengupahan Kabupaten Semarang beberapa hari lalu, para serikat pekerja memilih tidak menandatangani berita acara pada sidang Dewan Pengupahan lantaran kenaikan UMK tidak mampu mencapai 8-10 persen.
Ketua DPD Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Kabupaten Semarang, Sumanta membenarkan bahwa para pekerja sudah pasrah.
“Kami sudah berupaya untuk mengusulkan UMK di Kabupaten Semarang tahun 2025 buruh atau pekerja di Kabupaten Semarang ini berdasarkan survei pasar
Kebutuhan Hidup Layak (KHL), dimana hasil survei yang kami lakukan pada November 2024 lalu, didapati nilai besaran upah pada 2025 sebesar Rp 3.193.256,” kata Sumanta, Selasa, 17 Desember 2024.
Ia menyebut bahwa nominal tersebut didapat berdasarkan penghitungan KHL dan mengalami kenaikan 8-10 persen.
“Dan dalam Sidang Dewan Pengupahan Kabupaten Semarang pada Selasa (11/12) lalu, tidak ditemukan adanya kesepakatan antar unsur pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Semarang yang membuat kami harus walk out dalam sidang dewan pengupahan itu,” lanjutnya.
Melihat kondisi itu, Sumanta mengatakan bahwa gabungan serikat pekerja di Kabupaten Semarang menyerah terhadap kenaikan UMK 2025.
“Saat ini ya kami menyerah, tidak ada harapan dan sulit mengalami kenaikan untuk UMK tahun depan, karena sudah dikunci dan UMK ini kenaikannya pun sudah terbit,” jelas dia kembali.
Meski begitu, pihaknya akan tetap mengawal dan menyampaikan sejumlah usulan termasuk mengenai upah sektoral yang belum ditentukan.
“Dengan demikian, kami harap Pemkab Semarang ini dapat mendatangkan pakar atau ahlinya dalam penghitungan pengupahan untuk menganalisa sektoral-sektoral tersebut, khususnya di Kabupaten Semarang. Dan jangan terlalu lama, harus pakai batas waktu antara dua hingga tiga bulan sudah selesai, sehingga bisa diterapkan pada upah 2025 nanti,” tegasnya.
Mengenai aksi lanjutan, Sumanta menegaskan bahwa serikat pekerja belum berencana menggelar aksi dalam menanggapi keputusan pemerintah.
“Belum ya. Kami masih hanya pasrah meski kami tidak menyerah melakukan upaya-upaya lainnya nanti,” papar dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Semarang, M Taufiqurrahman mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan besaran UMK tahun 2025 dengan mengacu pada Permenaker Nomor 16 tahun 2024.
“Kami sangat menginginkan semua pihak, baik pekerja maupun pengusaha bisa terakomodir seluruhnya. Namun kita tidak bisa lepas dari peraturan yang sudah ditetapkan. Oleh karenanya, kami mendasari Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 sebagai dasar pengusulan UMK tahun 2025 di Kabupaten Semarang,” terang Taufiqurrahman.
Ia menyampaikan permintaan maaf mengenai keputusan Dewan Pengupahan yang tidak sesuai dengan harapan para pekerja.
“Oleh karenanya, kami meminta maaf jika apa yang kami usulkan ini membuat kecewa karena sudah ada aturan yang tertulis mengenai penetapan UMK tahun 2025 ini,” pungkasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Beritajateng.id)