PATI, Beritajateng.id – Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati menerima audiensi dari para petani wilayah Pati Selatan dan Pati Timur bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar Joyo Kusumo pada beberapa waktu lalu.
Kedatangan para petani dan LSM Laskar Joyo Kusumo tersebut menuntut kejelasan soal pengerukan saluran irigasi yang dianggap sebagai tambang ilegal oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Ketua Komisi C DPRD Pati, Siti Maudluah menuturkan bahwa, yang dilakukan oleh para petani ini hanya untuk mencari pengairan sawah yang sangat sulit didapatkan di wilayah Pegunungan Kendeng.
“Audiensi meminta lahan pertanian diperbaiki agar bisa ditanami kembali. Daerah Selatan ‘kan banyak lahan pertanian tinggi, sehingga susah dapat air. Kami tampung semua aspirasi mereka, nanti kita sampaikan ke pimpinan kami. Kemudian pimpinan bisa koordinasi dengan Pj (Penjabat) Bupati Pati dan dinas terkait,” kata Siti saat ditemui pasca audiensi.
Baca Juga
Sampah Makin Menggunung, Ketua DPRD Pati Bakal Kaji Usulan Penambahan TPA
Pihaknya pun berjanji akan membuat regulasi baru yang mengatur tentang galian C. Meski demikian, hal ini dirasa sulit karena izin pertambangan ada dalam kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng).
Namun, bersama dengan Ketua DPRD Pati, Pj Bupati Pati dan dinas terkait, ia optimis dapat membantu keluh kesah para petani tersebut.
“Kita tetap mengupayakan regulasi terbaru, biar para petani bisa sejahtera. Izinnya ‘kan dari provinsi, kabupaten tidak punya wewenang. Sudah ada upaya, tapi karena sudah diambil provinsi kita tidak bisa apa-apa,” sambungnya.
Siti Maudluah yang juga wakil rakyat dari Kecamatan Sukolilo ini, sangat menyadari dampak yang luar biasa dari keberadaan tambang tersebut. Kerusakan alam yang terjadi di Pegunungan Kendeng mengakibatkan bencana banjir dan terjadi kerusakan jalan di sekitarnya.
Meski belum ada rencana pasti, Ketua Komisi C DPRD Pati ini berharap untuk ke depan ada regulasi baru untuk mengatur soal tambang yang lebih memihak rakyat, khususnya para petani.
“Yang dirugikan lingkungan sekitar dan masyarakat. Karena semua sudah diambil alih provinsi. Ini menjadi PR bagi kami untuk membuat regulasi baru yang lebih memihak rakyat. Soal kapan waktunya belum tahu. Kita koordinasi dengan pimpinan dulu. Kami belum bisa memberikan keputusan,” tandasnya. (Lingkar Media Network | Beritajateng.id)