GROBOGAN, Beritajateng.id – Selama lima tahun terakhir, prevalensi pernikahan usia anak khususnya perempuan di Kabupaten Grobogan masih tinggi. Sampai saat ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Grobogan belum dapat mengatasi dan menemukan solusi atas permasalahan tersebut.
Permasalahan yang dialami Pemkab Grobogan menarik perhatian sejumlah akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang (Unnes). Dalam hal ini, pihak Unnes mengadakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa pendampingan terhadap Pemerintah Desa (Pemdes) Sedayu, Grobogan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mewujudkan desa yang ramah perempuan dan peduli anak.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dari Unnes diketuai oleh Prof. Mahalul Azam. Ia menuturkan bahwa perkawinan usia anak sampai saat ini masih menjadi masalah serius di Indonesia, tak terkecuali wilayah Kabupaten Grobogan.
“Prevalensi perkawinan usia anak (di Kabupaten Grobogan) khususnya perempuan selalu tinggi. Tahun 2018 prevalensi mencapai 59,88 persen, tahun 2019 sebesar 51,24 persen, tahun 2020 sebesar 52,81 persen, tahun 2021 sebesar 54,33 persen, dan tahun 2022 sebesar 52,15 persen,” jelasnya pada Senin, 30 September 2024.
Menurutnya, perkawinan usia anak terutama perempuan telah menjadi fenomena sosial di masyarakat dan berdampak serius. Prof. Azam mengusulkan bahwa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perkawinan usia anak harus diintervensi. Sehingga, Pemdes memiliki peran yang sangat vital dalam upaya pencegahan perkawinan perempuan usia anak.
“Oleh karena itu diperlukan pendampingan dari sektor terkait termasuk di dalamnya perguruan tinggi,” ujarnya.
Prof. Azam menuturkan bahwa perkawinan perempuan usia anak menjadi hal yang harus dihindari dan dicegah. Kegiatan pendampingan peran kepada Pemdes dilakukan melalui pemberdayaan remaja, pemberdayaan orangtua, bina suasana tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta advokasi.
Disisi lain, Azinar sebagai salah satu anggota tim menyatakan bahwa model pendampingan peran Pemdes dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip promosi kesehatan dengan advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat.
“Program ini mengintervensi pilar-pilar utama perubahan masyarakat yaitu remaja, orang tua, tokoh masyarakat atau tokoh agama, dan pemerintah desa setempat secara integratif,” imbuh Azinar.
Menurutnya, kegiatan pendampingan Pemdes telah berhasil meningkatkan kesadaran aparat pemdes serta tokoh masyarakat terhadap pentingnya pencegahan pernikahan usia anak.
“Kegiatan ini juga menguatkan komitmen pemerintah desa dalam program pencegahan perkawinan usia anak di wilayahnya melalui kegiatan-kegiatan edukasi masyarakat dan sosialisasi regulasi,” ucapnya.
Kegiatan pendampingan telah yang digelar di Desa Sedayu sejak Mei 2024 dan berakhir pada 24 September 2024 kemarin. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Beritajateng.id)